indigo99.com | Menjaga stabilitas inflasi dan akselerasi pemulihan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat ( Sulbar ). Bank Indonesia ( BI ) terus bersinergi dengan Pemerintahan Daerah ( Pemda ) di tingkat Provinsi maupun Kabupaten, serta berbagai stakeholder terkait.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulbar, Hermanto mengatakan, dalam menjaga kestabilan inflasi itu, Pemda terus melakukan pemantauan dan pengendalian harga komoditas strategis dengan berbagai cara, antara lain melalui operasi pasar dan pasar murah.
Seperti yang telah dilakukan, pada tanggal 10 Januari 2022, Bank Indonesia bersama seluruh TPID di Sulawesi Barat baik dari provinsi maupun kabupaten pada level teknis melaksanakan Focus Grup Discussion( FGD ) penyusunan Peta Jalan Pengendalian Inflasi Sulawesi Barat 2022-2024. Hal tersebut bertujuan untuk merumuskan strategi pengendalian inflasi agar rendah dan stabil pada tahun 2022-2024. Penyusunan strategi ini disesuaikan dengan RPJMD dari masing-masing Pemda, sehingga program pengendalian inflasi tetap sejalan dengan perencanaan daerah dan dapat saling menguatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ( BPS ), Sulawesi Barat pada bulan Desember 2021 mengalami inflasi IHK sebesar 1,00 persen ( mtm ), lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya yang tercatat 0,33 persen ( mtm ). Secara tahunan, inflasi Sulbar tercatat 4,39 persen ( yoy ), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,66 persen ( yoy ). Sedangkan tingkat inflasi nasional pada bulan Desember 2021 sebesar 0,57 persen ( mtm ), 1,87 persen ( yoy ), Hal ini menunjukkan inflasi Sulawesi Barat lebih tinggi dari inflasi nasional dan target inflasi sebesar 3 + 1 persen.
Peningkatan inflasi terutama dialami oleh kelompok volatile food dan administered prices. Kelompok volatile food mengalami inflasi 2,64 persen ( mtm ) pada Desember 2021, meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar -0,06 persen ( mtm ). Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga cabai disebabkan produksi yang minim akibat cuaca ekstrem dan kenaikan harga minyak goreng seiring berlanjutnya kenaikan harga crude palm oil (CPO) global. Secara tahunan, inflasi kelompok volatile food tercatat 9,96 persen ( yoy ), lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 7,99 persen ( yoy ).
Kelompok administered prices pada Desember 2021 mencatat inflasi 1,30 persen ( mtm ), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,31 persen ( mtm ). Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh inflasi angkutan udara seiring dengan adanya peningkatan permintaan pada saat libur Natal dan Tahun Baru ( Nataru ) pada bulan Desember, yang mendorong kenaikan harga tiket pesawat. Secara tahunan, kelompok administered prices mengalami inflasi 4,72 persen ( yoy ), lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,98 persen ( yoy ).
Inflasi inti pada Desember 2021 tercatat 0,31 persen ( mtm ), lebih rendah dari inflasi November 2021 sebesar 0,48 persen ( mtm ). Berdasarkan komoditasnya, inflasi inti terutama dipengaruhi oleh inflasi komoditas cat tembok dan semen seiring dengan pembangunan Kembali pasca gempa dan realisasi proyek pemerintah. Secara tahunan, inflasi inti Desember 2021 tercatat sebesar 2,24 persen ( yoy ), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,00 persen ( yoy ).
Berikut merupakan perkembangan inflasi di Sulawesi Barat tiga bulan terakhir:
Inflasi Oktober 2021 : -0,07 persen ( mtm ), 3,02 persen ( ytd ), 3,41 persen ( yoy )
Inflasi November 2021 : 0,33 persen ( mtm ), 3,35 persen ( ytd ), 3,66 persen ( yoy )
Inflasi Desember 2021 : 1,00 persen ( mtm ), 4,39 persen ( ytd ), 4,39 persen ( yoy )
Apabila dibandingkan tahun 2020, sebut Hermanto, inflasi IHK tahun 2021 dipengaruhi oleh komoditas bahan pangan ikan segar dan hortikultura yang masih akan menjadi komoditas utama penyumbang IHK pada tahun ini. Ikan segar merupakan menu makanan favorit masyarakat Sulawesi Barat, sebagai warga pesisir sehingga permintaannya cukup tinggi. Kondisi cuaca ekstrem dan momentum HBKN diperkirakan akan menjadi faktor utama yang mendorong inflasi di Sulawesi Barat. Selain itu, lebih banyaknya hasil produksi pertanian dan perikanan yang dipasarkan di luar Sulawesi Barat membuat persediaan komoditas di Sulawesi Barat menjadi terbatas, sehingga berpotensi mendorong inflasi.
Masih dia, dalam menjaga kestabilan harga pada tingkat yang stabil rendah perlu adanya sinergi dari berbagai pihak baik dari Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten, Bank Indonesia, Instansi Vertikal, hingga masyarakat umum.
” Bank Indonesia terus menghimbau untuk tetap berbelanja secara bijak dan tidak melakukan penimbunan komoditas tertentu serta senantiasa mendiversifikasi bahan pangan tidak hanya pada salah satu komoditas tertentu. ” pinta Hermanto.**
Pewarta indigo99.com : Adji